Dalam hidup, kita punya satu misi. Misi untuk berubah.
Berubah jadi dewasa. Berubah jadi sejahtera. Berubah jadi lebih baik.
Terlalu fokus pada perubahan yang sudah kita rencanakan, kita nggak sadar bahwa nggak selamanya perubahan itu menguntungkan. Ada kalanya planning yang sudah kita buat dengan matang, diobrak-abirik ditengah jalan. Ambisi yang kita jadikan acuan, dihempas begitu saja oleh alam. Nggak selamanya perubahan membawa kita ke daerah yang lebih tinggi, lebih indah. Bahkan banyak kasus, perubahan itu sendiri tidak merubah apa-apa.
Berubah jadi dewasa. Berubah jadi sejahtera. Berubah jadi lebih baik.
Terlalu fokus pada perubahan yang sudah kita rencanakan, kita nggak sadar bahwa nggak selamanya perubahan itu menguntungkan. Ada kalanya planning yang sudah kita buat dengan matang, diobrak-abirik ditengah jalan. Ambisi yang kita jadikan acuan, dihempas begitu saja oleh alam. Nggak selamanya perubahan membawa kita ke daerah yang lebih tinggi, lebih indah. Bahkan banyak kasus, perubahan itu sendiri tidak merubah apa-apa.
Sahur pertama bulan Ramadhan, nggak saya lakukan dengan mama papa. FYI, saya di Bandung itu emang nggak sama mama papa. Aku disini sama bude (sebutan abang mama/papa di Jawa). Karena saya masih harus ngumpulin tugas, meliput ini itu yang semuanya dilakukan di Bandung, saya belum dapat balik ke Tangerang, daerah dimana orang tuaku tinggal. Masih banyak seruan bukber dari mana-mana juga.
Pagi itu, saya makan pakai ayam goreng. Sesuatu yang sebenernya saya bosen banget. Saking bosennya saya sama ayam goreng, saya lebih baik makan pake tempe. Atau oseng-oseng kacang panjang. Apa aja lah asal bukan ayam goreng. Aku pengen banget memusnahkan ayam goreng dari kehidupan ini tapi nanti kasihan si Upin. Kasihan adik aku. Mereka suka ayam goreng.
Pagi itu, saya ingat kalau saya sempat membayangkan makan gepuk. Gepuk yang manis dan gurih. Tapi Cuma ada ayam goreng. Kita juga sahur pakai nasi sisa semalam. Entah kenapa, nggak ada yang inget buat masak lagi. Karena nasi sisa semalam, makanya udah banyak yang keras.
Jadi kita semua makan pakai nasi keras dan ayam goreng. Aku sudah agak malas sahur waktu itu sebab nasinya keras. Tiba-tiba entah kenapa, saya teringat temen-temen yang sedang melaksanakan Pengabdian pada Masyarakat di Banjaran. Gambar di otak saya berganti sekelebat demi sekelebat hingga pada dimana saya membayangkan sebuah keluarga kecil yang hidup di gubuk yang entah pagi itu sahur atau tidak sebab mungkin mereka tidak punya uang untuk membeli beras.
Gambaran di otak saya itu, membuatku berpikir.
Ribuan orang diluar sana siap untuk menggantikan posisi kita dikala ini. Jika kita mengeluh, ribuan orang diluar sana, siap untuk menatap sinis pada kita yang nasibnya jauh lebih baik dari mereka. Ribuan orang, siap masuk bila kita keluar.
Terlalu fokus dengan apa yang disebut ‘lebih baik’, saya sering lupa bahwa yang saya miliki dikala ini juga sudah ‘baik’. Bukan berarti kalau saya selalu berusaha untuk berubah, diri saya yang dikala ini merupakan sosok yang buruk, kan?
Tanpa sadar, imej ‘perubahan’ sedikit menciptakan saya jadi insan kurang akil yang serakah. Kalau kalian mau tahu, dikala ini, saya sedang tersenyum pada diri sendiri. Tersenyum sinis. Tersenyum mengejek.
Aku lupa kalau dikala ini saya sedang memegang gadget bagus. Aku lupa dikala ini saya sedang mengenakan pakaian yang layak. Aku lupa dikala ini negaraku sedang tidak berperang. Aku lupa saya punya beberapa lembar uang di dompetku. Aku lupa lipstick-ku ada puluhan. Aku lupa saya punya 2 mata dan segalanya berfungsi dengan baik.
Meskipun saya sangat ingin berubah. Aku ingin gadgetku semuanya dari apple. Aku ingin bajuku semuanya buatan desainer. Aku mau tinggal di Korea. Aku mau punya tabungan yang gendut. Aku mau punya lipstick yang harganya 700 ribu itu. Aku mau punya mata yang indah, hidung yang mancung, dan badan yang indah.
Dalam hidup, kita juga punya satu misi. Misi yang bahwasanya amat penting. Misi yang memerlukan 0% tenaga. Misi yang bahkan dapat kita lakukan dimana saja, kapan saja.
Bersyukur.
Lihat apa yang ada disekeliling kamu. Mulailah menghitung orang-orang yang menurutmu punya barang lebih manis dari kamu. Orang yang punya segalanya yang ingin kau miliki. Mungkin kau akan merasa sedikit iri.
Lalu lihatlah info hari ini. Berita selalu menayangkan musibah. Jarang banget hal yang menggembirakan itu diliput. Lihat negara mana yang sedang berperang. Lihat siapa saja yang rumahnya gres kebakaran. Lihat siapa saja yang meninggal sebab kecelakaan. Lihat siapa saja yang tertangkap mencuri sebab tidak punya uang.
Pandanglah semua yang sudah kau punya. Tubuh kau yang sempurna, Gadget yang sedang kau gunakan untuk membaca pos ini, atau ayam goreng yang menjadi makanan tidak lazim untukmu. Pandang semuanya termasuk orang-orang yang setia bersama kau meskipun kau nyebelin, kau egois, kau keras kepala.
"Maka nikmat Tuhan kau yang manakah yang kau dustakan?"
Sudahkah kau bersyukur pagi ini?
Warm Hugs,
Adhelia Fa
Komentar
Posting Komentar