Aku selalu suka sendirian. Bukan berarti saya nggak suka dikelilingi banyak orang. Tapi saya selalu merasa, saya sanggup jadi diri saya sendiri dikala saya sendirian. Hal yang paling sulit saya lakukan di depan banyak orang.
Berbagai pertanyaan mengantri panjang, panjang sekali dikala saya sendirian.
"Nanti mau makan apa?"
"Mau nulis apalagi?"
"Habis ini mau belanja apa lagi?"
Berbagai pertanyaan mengantri panjang, panjang sekali dikala saya sendirian.
"Nanti mau makan apa?"
"Mau nulis apalagi?"
"Habis ini mau belanja apa lagi?"
Dan yang akhir-akhir ini selalu masuk daftar antrian adalah, “Apa yang bahu-membahu saya cari?”
Uang? Ah. Kalo dapet uang, malah saya belanjain lagi.
Ketenaran? Nggak juga. Pada akhirnya, saya lebih nyaman sendiri.
Lalu saya sadar, kalau yang saya cari itu sebenernya ‘perasaan’.
Apapun orang mengartikan apa itu ‘perasaan’, saya merasa kalau ‘benda’ itulah yang selama ini saya cari. Aku merasa kadang mempunyai aja nggak cukup. Kita juga harus merasakannya. Seperti kau punya cat air tapi nggak punya kuas. Oke kau tetep sanggup ngecat pakai tangan. Tapi yakin apa hasilnya akan sebagus ia yang kuasnya berjejer dari A-Z? Kamu mempunyai cat air. Tapi lukisanmu nggak tepat karna nggak ada kuas. Paham nggak?
Saat saya melaksanakan sesuatu, saya selalu mencari ‘perasaan’ itu. Entah dikala saya bikin makeup look, dikala saya nulis, dikala saya ngerjain tugas. Mungkin yang saya cari perasaan puas, lega, atau... cinta? Mungkin juga perasaan bahagia?
Aku punya beberapa orang teman. Nggak semuanya dekat denganku. Beberapa selalu sanggup bikin saya tertawa bahkan kalau hari itu saya nggak niat buat tertawa. Beberapa selalu bersikap ramah terhadapku dan membalas pertanyaanku, beberapa terkadang sanggup nyambung ngobrol denganku pada topik tertentu, beberapa nggak peduli saya ada, beberapa nggak suka saya ada, dan beberapa sisanya berharap saya nggak ada.
Aku tau. Teman itu macam-macam rupanya. Aku sadar saya nggak sanggup bikin semua orang akrab sama aku. Tapi saya selalu mencoba. Mencoba bikin semuanya merasa nyaman. Aku keluar dari kesendirianku dan berusaha terlihat baik di depan semua orang. Aku nggak peduli mau itu diri saya sendiri atau bukan, yang penting saya terlihat baik. Dan saya rasa, saya kesudahannya sanggup menciptakan orang-orang setidaknya nggak membenciku.
Tapi kadang saya capek.
Makanya saya sering lepas kontrol dan meluapkan emosi terpendam aku. Mungkin saya berkata bergairah atau seenaknya. Mungkin saya nggak memfilter ucapan dan perbuatanku. Dan itu membuatku stress hingga mau mati rasanya. Seperti kau telah melaksanakan kesalahan besar yang tak termaafkan.
Aku benar-benar minta maaf tapi saya bukan Milk Tea Chatime yang hampir semua orang suka. Bahkan blog ini, semua goresan pena yang pernah saya publish disini, niscaya ada yang menghina.
Aku nggak sanggup menyenangkan semua orang. Nggak ada yang bisa.
Tapi saya sedikit-sedikit belajar. Jika menyenangkan semua orang itu melelahkan, saya mencar ilmu buat menerima. Diluar orang-orang yang berharap saya nggak ada, saya punya banyak orang yang selalu membuatku merasa saya memang harus ada. Orang-orang yang sangat suportif terhadap saya dan mimpi-mimpiku. Mereka yang rela melaksanakan hal asing bersamaku. Mereka yang rela memberiku ‘perasaan’ tanpa susah-susah saya mencarinya.
Aku mencari ‘perasaan’ itu dengan cara yang sedikit ngawur. Beneran deh, saya ngerasa mindset kayak gini itu membunuh mental secara perlahan. Dan banyak banget orang yang punya cara pikir kayak gini. Nggak Cuma saya aja.
Aku hingga di titik dimana saya berusaha menciptakan seorang pemuda yang saya suka, menyukaiku dengan membuang diriku sendiri dan menjadi orang yang benar benar berbeda. Maksudku, elok kalau kau bermetamorfosis lebih baik karna seseorang. Berubah menjadi lebih baik, bukan berubah jadi orang lain. Dan saya merasa sangat bego. Buat apa? Aku sering melaksanakan ini, dulu. Dan sesungguhnya, nggak ada gunanya. Oke, ia jadi suka aku. Lalu habis itu apa?
Mereka yang ditakdirkan untuk menyukaimu, akan menyukai diri kau yang sebenarnya.
Aku kembali pada pertanyaan “Apa yang saya cari?”
Aku mencari perasaan. Apapun orang mengartikannya, menurutku, definisi perasaan itu nggak terbatas. Tapi yang pasti, perasaan yaitu sesuatu yang saya inginkan sealigus butuhkan.
Aku bakalan terus tersenyum bersama orang-orang yang mendapatkan saya apa-adanya bahkan bila banyak yang berharap saya lenyap. Aku janji, saya akan terus memperbaiki diri aku. Bukan demi mereka yang berharap saya nggak ada. Tapi demi diriku sendiri dan orang-orang yang telah bersamaku.
Tulisan ini bukan buat nyindir siapa-siapa. Aku hanya agak terganggu sama sesuatu yang mengganjal di hati saya akhir-akhir ini. Inget, ya. Kamu cuma perlu jadi diri sendiri dan kau akan lebih gampang mendapatkan apa yang bahu-membahu kau cari.
Dari saya yang mencar ilmu mengasihi dirinya sendiri,
Adhelia Fa
Komentar
Posting Komentar